Bergayut-gayut si anak ungka,
Cukup takut bila dimandi,
Lari keluar masuk ke kota;
Sayang saudara masa bersuka,
Sayang emak sayang abadi,
Sayang kekasih masa bercinta.
Belayar perahu membawa kuini,
Ke Tanjung Jati mengadap Paduka,
Bunga kemboja sembah berkarang;
Kalaulah tahu jadi begini,
Tidaklah hati dibawa berduka,
Ku pilih saja orang lain.
Banyak kuda makan di padang,
Kudanya tua-tua belaka,
Berjalan pun perlahan-lahan;
Banyak muda sudah kupandang,
Semuanya elok-elok belaka,
Tak sama adik pilihan.
Sultan Muda dari Lampung,
Memikul cangkul dengan bajak,
Singgah minum di lepau nasi;
Sudah sekah tempat bergantung,
Telah patah tempat berpijak,
Kemana hendak digapai lagi?
Lada dan santan dalam gulai,
Beri tambahan daun salam,
Sayur buat pemakan nasi;
Selama badan kita bercerai,
Nasi dimakan rasa sekam,
Air diminum rasa duri.
Pandan berbunga sekali,
Anak harimau kena ipuh,
Destar tertenggek di kepala;
Jalan daratan dilalui,
Berbagai bahaya ditempuh,
Di sini kita bersua pula.
Ular tedung jangan dipermudah,
Bisanya dapat membawa maut,
Jika tak maut merana juga;
Berhujan berpanas aku tak endah,
Keris lembing aku tak takut,
Kehendak hati kuturut juga.
Bukan kesumba pakaian raja,
Kesumba pakaian Sultan,
Sultan Yang Dipertuan Muda;
Bukan hamba ke mari sengaja,
Ke mari membawa pesan,
Perintah tak boleh ditunda.
Bangau lantak terbang sekawan,
Tegak terdiam di pematang,
Naik ke pulau semuanya;
Kalau tidak kerana Tuan,
Tidak badan kembali pulang,
Baik di rantau selamanya.
Anak memerang memakan sagu,
Di perdunya mula diterang,
Waktu hari kabur kelala;
Anak orang jangan diganggu,
Kalau suka masuk meminang,
Supaya namamu tidak tercela.
Kuda liar berkeliling kota,
Kota terbuat dari kayu,
Tempat berkawal lasykar Feringgi;
Kami mendengar khabar berita,
Bunga kembang sudah pun layu,
Gugur ke bumi tak harum lagi.
Bila gelap pasang pelita,
Namun hari masih cerah,
Di luar masih terang cahaya;
Jika sudah begitu dipinta,
Hutang dartah dibayar darah,
Hutang nyawa, nyawa padahnya.
Di ranting onak bukan jerami,
Jerami kusut dibelit akar,
Bertiup angin menghembus debu;
Yang penting anak bukan suami,
Suami sanggup bersalin tikar,
Anak mana menukarkan ibu?
Elok ditanamkan padi,
Selang dengan anak pisang,
Biar nampak sebidang huma;
Penyayangkah orang di sini?
Terima menumpang anak dagang,
Mujur-mujur boleh diguna.
Rama-rama di surau gedang,
Surat jatuh kebalik tabir,
Pipit senandung makan padi;
Selama tuan di rantau orang,
Ubat jauh penyakit hampir,
Sakit ditanggung seorang diri.
Penakik pisau raut,
Ambil galah sebatang lintabung,
Seludang dijadikan nyiru;
Setitik dijadikan laut,
Sekepal dijadikan gunung,
Alam terbentang dijadikan guru.
Jalan kaki berbatu-batu,
Pergi mencari si anak kuda,
Lepas lari terus hilang;
Ingatlah pesanan cikgu,
Tuntut ilmu selagi muda,
Bila tua barulah senang.
Ular tedung jangan dipermudah,
Biasanya dapat membawa maut,
Jika tidak maut merana juga;
Berhujan panas aku tak endah,
Keris lembing aku tak takut,
Kehendak hati kuturut juga.
Kuda liar berkeliling kota,
Kota terbuat dari kayu,
Tempat berkawal lasykar Feringgi;
Kami mendengar khabar angin,
Bunga kembang sudah pun layu,
Gugur ke bumi tidak harum lagi.
Penakik pisau raut,
Ambil galah sebatang lintabung,
Seludung dijadikan nyiru;
Setitik dijadikan laut,
Sekepal dijadikan gunung,
Alam terbentang dijadikan guru.
Sultan Muda dari Lampung,
Memikul cangkul dengan bajak,
Singgah minum di lepau nasi;
Sudah sekah tempat bergantung,
Telah patah tempat berpijak,
Ke mana hendak digapai lagi.
Ular tedung jangan dipermudah,
Biasanya dapat membawa maut,
Jika tidak maut merana juga;
Berhujan panas aku tak endah,
Keris lembing aku tak takut,
Kehendak hati kuturut juga.
Kuda liar berkeliling kota,
Kota terbuat dari kayu,
Tempat berkawal lasykar Feringgi;
Kami mendengar khabar angin,
Bunga kembang sudah pun layu,
Gugur ke bumi tidak harum lagi.
Penakik pisau raut,
Ambil galah sebatang lintabung,
Seludung dijadikan nyiru;
Setitik dijadikan laut,
Sekepal dijadikan gunung,
Alam terbentang dijadikan guru.
Sultan Muda dari Lampung,
Memikul cangkul dengan bajak,
Singgah minum di lepau nasi;
Sudah sekah tempat bergantung,
Telah patah tempat berpijak,
Ke mana hendak digapai lagi.
Ular tedung jangan dipermudah,
Biasanya dapat membawa maut,
Jika tidak maut merana juga;
Berhujan panas aku tak endah,
Keris lembing aku tak takut,
Kehendak hati kuturut juga.
Kuda liar berkeliling kota,
Kota terbuat dari kayu,
Tempat berkawal lasykar Feringgi;
Kami mendengar khabar angin,
Bunga kembang sudah pun layu,
Gugur ke bumi tidak harum lagi.
Penakik pisau raut,
Ambil galah sebatang lintabung,
Seludung dijadikan nyiru;
Setitik dijadikan laut,
Sekepal dijadikan gunung,
Alam terbentang dijadikan guru.
Sultan Muda dari Lampung,
Memikul cangkul dengan bajak,
Singgah minum di lepau nasi;
Sudah sekah tempat bergantung,
Telah patah tempat berpijak,
Ke mana hendak digapai lagi.
About Me
Monday, January 18, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
- 3 Coloumn (1)
- Album Nasyid (1)
- Banner (1)
- Blogger Tools (1)
- Blogroll (1)
- Green Template (1)
- Header (1)
- HTML Code (1)
- Lagu Ciptaan Ku (1)
- Pantun (2)
- Pantun Enam Kerat (1)
- PLKN (2)
- Raihan (1)
- Template (2)
- template background (1)
0 comments:
Post a Comment